Prof. DR. Ahmad Ma’bid: Seruan Khilafah Akan Sia-sia

صورة تجمع شيخنا المحدث الفاضل خفيف الظل صاحب الروح المرحة الأستاذ الدكتور أحمد معبد عبدالكريم مع فضيلة الشيخ المحدث المربي أبي إسحاق الحويني -حفظهما الله-
Kondisi carut-marut di dalam tubuh umat Islam dewasa ini mengundang berbagai komentar dari para pakar ilmu Islam. Perbedaan-perbedaan pandangan terkait penafsiran teks agama; Alquran dan Hadis acap kali menimbulkan perpecahan intern yang kontra produktif. Mesir pasca revolusi telah ‘memuntahkan’ seluruh riak-riak persetruan ideologis kelompok-kelompok Islam yang sebelumnya seakan hilang terkubur. Mingguan Shout al-Azhar yang merupakan media resmi Al-Azhar kali ini mewawancarai secara eksklusif Prof. DR. Ahmad Ma’bid Abdul Karim, guru besar ilmu hadis Universitas Al-Azhar Mesir dan anggota Dewan Ulama Senior Al-Azhar.

A: Berdasarkan pengalaman ilmiah Anda, bagaimana kita dapat membedakan antara seorang pentahkik, ahli tafsir, ahli hadis, ahli fikih dan dai?

B: Sudah jamak diketahui, baik dulu maupun sekarang, bahwa pondasi ilmu adalah spesialisasi. Artinya, setiap penuntut ilmu harus memfokuskan studi dan perhatiannya pada satu bidang ilmu. Setelah menguasainya, dia mulai memperkaya spesialisasinya tersebut dengan beberapa ilmu terkait. Misalnya, dalam bidang ilmu hadis dikenal nama muhaddits (ahli hadis), yaitu orang yang belajar hadis secara mendalam dan memiliki karya tulis ilmiah otentik yang tidak berisi pendapat-pendapat menyimpang. Di samping ilmu hadis, seorang muhaddits perlu memperkaya diri dengan pengetahuan yang baik mengenai berbagai ilmu yang mendukung dan berkaitan dengan spesialisasinya tersebut. Misalnya ilmu sanad. Dengan menggunakan ilmu ini, sebagai seorang spesialis dalam bidang hadis, saya bisa mengetahui keshahihan hadis dan derajatnya. Seseorang tidak digelari sebagai ahli hadis jika tidak menguasai ilmu sanad ini.

Jika setelah menguasai ilmu sanad dia juga mempelajari matan hadis, maka dia akan disebut fakih hadis. Yaitu mengetahui kandungan hadis dan memahami hukum-hukum yang terkandung dalam teks hadis, baik hukum halal maupun haram. Sebagai contoh Imam Ibnu Hibban. Saat mengarang kitab Shahihnya, beliau membaginya berdasarkan pembagian hukum-hukum syariat. Pembagian semacam itu sekarang lebih dikenal luas dalam ranah kajian fikih hadis. Ada perbedaan antara fikih hadis dan fikih mazhab. Fikih hadis sifatnya lebih komprehensif dan umum, karena dalam menjelaskan hukum syariat tidak terbatas pada penjelasan hukum syariat dan penjelasan mazhab-mazhab fiqih saja. Oleh karena itu, seorang ahli hadis harus mengetahui mazhab-mazhab fikih. Demikian pula sebaliknya, seorang ahli fikih juga harus mengetahui ilmu hadis sebagaimana yang diketahui oleh seorang ahli hadis. Kemudian selanjutnya, hal-hal khusus yang berkaitan dengan detil-detil ilmu hadis ahli fikih tidak boleh ikut berbicara tentangnya. Karena, biasanya perkataannya tidak sempurna dan menyimpang, sementara perkataannya tersebut diterima oleh orang, sehingga orang mengira itu adalah hal yang benar. Padahal pengetahuannya tentang hadis tidak sedalam pengetahun yang dimilki ahli hadis.

Inilah yang mendasar dan prinsipil, bahwa setiap bidang spesialisasi memiliki seorang pakar yang menguasai bidangnya. Seseorang tidak boleh dia mengatakan dirinya adalah seorang ensiklopedis yang mampu berbicara dalam berbagai bidang. Karena klaim ensiklopedia ini membuatnya mau tidak mau terjatuh dalam kesalahan. Kita menginginkan agar seorang ahli tidak melibatkan dirinya dalam hal yang bukan bidangnya.

A: Akhir-akhir ini terdapat fenomena yang sudah tersebar di tengah masyarakat, berupa julukan “pemikir islam”, “alim yg mengetahui berbagai bidang ilmu (ensiklopedis)” yang diberikan kepada sejumlah penulis, tanpa lebih dulu melihat track record pemikiran dan sejarah keilmuannya. Bagaimana Anda melihat fenomena seperti itu?

B: Ya, itu banyak sekali. Ada beberapa buku hadis yang diserahkan kepada saya untuk saya nilai. Dalam sampulnya tertulis bahwa penulis buku tersebut adalah seorang pemikir Islam, padahal profesi dia bukan itu. Saya temukan di dalamnya banyak hadis yang tidak memiliki sumber (asal-usul), dan si penulis mengatakan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari, tanpa menyebutkan letaknya di mana di dalam Shahih Bukhari; karena hadis tersebut memang tidak ada dalam Shahih Bukhari sama sekali. Kemudian, dia juga berkeyakinan bahwa Imam Bukhari tidak salah sama sekali, meskipun dia seorang manusia. Akan tetapi, dia harus menunjukkan letak hadis tersebut dalam sahih Bukhari dan juga harus menyebutkan para ulama yang sependapat dengan Imam Bukhari. Di sini saya mengharapkan dari para ulama, agar menghindari anggapan Imam Bukhari tidak pernah salah sama sekali, karena dia adalah seorang manusia biasa yang tidak ma`shûm (terjaga dari kesalahan).

Sebagai contoh, hadis:

لن يدخل الجنة أحد بعمله

“Seseorang tidak akan masuk surga karena amal perbuatannya.”

Penulis tadi berkata, “Apa yang menghalangi kita untuk mengatakan bahwa Bukhari lupa kata (إلاّ), sehingga hadis tersebut menjadi (إلا بعمله) “kecuali karena amal perbuatannya”?

Sudah pasti, tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang kedhabitan (validitas hafalan dan catatan) Imam Bukhari, kecuali seseorang yang ahli dalam hadis.

A: Ada orang yang berbicara tentang ilmu hadis, dan berfatwa bahwa hadis ini dhaif (lemah)?

B: Orang yang berfatwa harus menentukan dengan jelas masalah yang ditanyakan di dalam permohonan fatwa. Artinya, Anda bertanya kepada saya tentang sebuah hadis, apakah dhaif (lemah) atau tidak? Ini membutuhkan seorang pakar hadis untuk menjawabnya. Namun jika Anda bertanya hukum syariat yang berhubungan dengan hadis ini, maka ini membutuhkan seorang pakar dalam fikih hadis. Oleh karena itu, setiap ulama memiliki spesialisasi masing-masing dan tidak dibenarkan berfatwa di luar spesialisasinya. Akan tetapi, permasalahan yang kita hadapi di Mesir adalah orang yang paling banyak berbicara tentang agama adalah orang yang paling jauh dari spesialisasi yang diperlukan.

A: Saat ini kita banyak melihat hal-hal baru, seperti chanel-chanel televisi yang berlabel chanel islami dan mengizinkan kepada siapa saja untuk berbicara atas nama agama Islam. Apa pendapat Anda tentang hal ini?

B: Banyak sekali orang yang menyampaikan materi-materi keislaman dalam chanel-chanel tersebut. Namun, apabila diterapkan sistem spesialisasi, maka Anda tidak akan menemukan pekerjaan bagi mereka, dan Anda juga tidak akan melihat mereka mempunyai pekerjaan.

A: Menurut Anda, siapa yang layak melakukan tahkik terhadap kitab-kitab turâts?

B: Orang yang layak mentahkik kitab-kitab turats (klasik) adalah orang yang telah berpengalaman dalam bidang tahkik, mengetahui cara membaca manuskrip, mengetahui jenis manuskrip, cara memilah teks yang benar dan memberikan komentar terhadap teks tersebut, serta mampu menghilangkan permasalahan dan menjelaskan sesuatu yang tidak difahami di dalam teks. Akan tetapi yang terjadi saat ini sangat berbeda. Dan sangat disayangkan, sekarang tahkik diserahkan kepada orang-orang yang bukan ahlinya, disebabkan merebaknya fenomena jual beli ilmu-ilmu agama.

A: Bagaimana Anda melihat banyaknya dai yang menyampaikan tentang kematian, tanda-tanda kiamat dan azab kubur yang membuat orang-orang takut?

B: Terdapat perbedaan antara informasi dengan cara mengonsumsinya. Dakwah sendiri harus berlandaskan pada dua unsur; at-Targhiib wa at-Tarhiib (membuat orang senang dan membuat orang takut). Seorang dai yang sukses harus bersikap moderat, tidak hanya menyampaikan hal-hal yang membuat orang-orang ketakutan sehingga mereka menjauh, dan tidak pula hanya menyampaikan hal-hal yang membuat orang-orang senang, sehingga orang-orang akan meremehkan agama. Setiap dai tidak boleh mengupas satu sisi saja.

A: Terdapat hadis yang selalu disampaikan orang-orang dari Nabi Shallallahu `alaihi wa Sallam, “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu.” Semua kelompok dari kaum Muslimin menganggap dirinya sebagai golongan yang selamat tersebut. Lalu bagaimana derajat hadis tersebut?

B: Permasalahannya bukan pada hadis tersebut, karena hadis tersebut derajatnya shahih. Namun permasalahannya terletak pada orang yang mengklaim bahwa golongan yang selamat dalam hadis itu adalah dirinya dan golongannya. Ketika Rasulullah Shallallahu `alaihi wa Sallam ditanya, “Siapa golongan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Golongan yang mengikutiku dan para shahabatku.” Lalu siapa yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu `alaihi wa Sallam ada pada satu golongan? Nah di sinilah problemnya, yaitu setiap golongan menisbatkan hal ini pada dirinya.

A: Dalam kondisi seperti saat ini, di mana terjadi persetruan antar berbagai pemikiran membuat kaum Muslimin kebingungan, maka apa pesan Anda kepada kaum Muslimin?

B: Hendaknya setiap Muslim mengikuti apa yang membuat hatinya tenang. Karena pada umumnya, kaum Muslimin mengikuti apa yang mereka anggap dekat dengan hati mereka, membuat hati mereka tenang dan tidak membuat hati mereka susah. Jika mereka mendapati suatu permasalahan yang tidak membuat hati mereka tenang, maka mereka harus bertanya kepada spesialis dalam permasalahan tersebut.

A: Terdapat hal-hal yang menurut sebagian kelompok perlu direalisasikan, seperti Khilafah Islamiyah, agar kondisi kaum Muslimin menjadi baik. Apa pendapat Anda?

B: Khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan. Permasalahannya bukan pada khilafah itu sendiri, akan tetapi pada bagaimana merealisasikannya, karena tidak ada seorang pun yang mampu menegakkannya di luar institusi negara. Karena jika Anda katakan, “Kita mulai dengan mendirikan khilafah”, maka akan terjadi konflik antara berbagai negara dalam menentukan negara mana yang menjadi pusat khilafah. Jika ada orang yang setuju dengan apa yang Anda tanyakan, maka dia orang yang tidak hidup dalam realita. Jadi permasalahannya pada orang yang menyerukan masalah ini. Saya sendiri melihat banyak selebaran yang menyerukan pendirian khilafah. Namun itu akan sia-sia belaka. Dan untuk saat ini, seruan tersebut hanya akan menimbulkan perpecahan. Semua orang yang mengadopsi pemikiran tersebut untuk saat ini tidak membawa kebaikan.

A: Syiah mengklaim bahwa mereka lebih mencintai Ahlu Bait Rasulullah dibanding Sunni, bagaimana pendapat Anda?

B: Orang yang mengklaim paling mencintai Ahlu Bait tersebut adalah orang yang paling banyak menyakiti mereka. Oleh karena itu, permasalahan tentang siapa yang lebih berhak terhadap Ahlu Bait sebenarnya kembali pada sikap egois. Dan permasalahan yang terjadi saat ini adalah seperti yang kita alami sebelumnya, yaitu kita tidak membuka celah sama sekali, baik kecil maupun besar, bagi syiah dan kita tidak menemukan tauladan yang mewakili hal tersebut. Seruan-seruan ini muncul setelah kekalahan Mesir pada tahun 67 (peperangan dengan Israel yang dimenangkan oleh Israel), karena ia mengubah mesir dari negara yang memimpin menjadi negara yang terjajah dengan semua bentuk penjajahan. Sehingga orang-orang tidak percaya sama sekali dengan siapapun. Kemudian kondisi berubah, namun bukannya menjadi lebih baik, melainkan sebaliknya, orang-orang semakin tidak percaya dengan orang lain. Saat ini kita ingin mendirikan bangunan berdasarkan pondasi-pondasi yang tidak mengenal kepentingan pribadi dan kelompok.

A: Sebagian orang berpendapat bahwa ekstrimisme beragama di Mesir semakin meningkat?

B: Permasalahannya saat ini adalah orang-orang tidak menjaga hati masing-masing. Kita memerlukan adanya tauladan, perlu menyatukan kekuatan dan persatuan, serta tidak terpecah belah dan bersikap fanatik. Karena, hal-hal inilah yang menjadi kekurangan kaum Muslimin saat ini.

Sumber: www.mosleminfo.com